
Anggota
keluarga yang akan memakamkan, akan melakukan negosiasi dengan para penggali
kubur lewat panduan petugas setingkat pengawas atau mandor. Kira-kira
begitulah. Tinggal pilih maunya tempat di sebelah mana. Masing-masing zona
sudah ada tukang galinya masing-masing. "Terserah maunya di mana, yang letaknya
strategis pasti harganya juga tinggi" kata mantan penggali kubur yang tak
mau disebut namanya.
Mantan penggali tadi menyebut perlu jutaan rupiah untuk wilayah strategis, dekat jalan raya. "Yang
murah juga ada, tuh di sana" seraya menunjuk tempat yang paling
sulit telihat karena letaknya di pojok. Itupun harganya masih di atas harga
yang terpampang sebagai harga resmi. "Habis gimana, kita kan harus
setor" tuturnya lagi. Sistim setoran ini pula agaknya yang menjadikan
warga yang terkena musibah kematian bagaikan sudah jatuh tertimpa tangga.

Ancaman penggusuran makam, menjadi masalah lain para ahli waris kubur di Jakarta. Pemakaman Menteng Pulo misalnya. Areal ini sudah banyak terpakai untuk pembangunan jalan dan kepentingan bisnis center atau apartemen. "Dulu jalan yang kita lewati ini kuburan" kata warga Menteng Dalam menceritakan jalan Casablanca yang persis membelah wilayah pemakaman. Begitu juga kompleks pemakaman Blok P Kebayoran Baru. Sebagiannya kini telah menjadi gedung pusat pemerintahan kota wilayah selatan."Jadi kalau mau aman, ya di kampung" kata Saro'i warga Pemalang, Jawa Tengah. Ia termasuk salah satu dari sejumlah ahli waris kubur yang tergusur jalan Casablanca.
"Lagi pula kuburan di sini kan
mesti kontrak" kata Saro'i kemudian. "Lewat masanya, kalau tidak
diperpanjang, jangan harap makam keluarga kita masih bisa diziarahi"
jelasnya. Sebagai orang timur, budaya ziarah untuk menghormati kerabat yang
telah meninggal dunia, tidak dapat hapus begitu saja. Maka fungsi makam menjadi
penting dalam kehidupan masyarakat. Repotnya, lahan Jakarta kian mahal dan menyempit lantaran populasi penduduk yang
setiap tahun membengkak.
Kalaupun ada warga yang memiliki
tanah lebih untuk membuat kuburan wakaf misalnya, urusannya juga tidak mudah. Selain
jaraknya yang harus lebih 500 meter dari pemukiman, faktor resapan air juga
menjadi perhatian. Dikhawatirkan proses pembusukan jenazah tidak sempurna,
sehingga dapat menimbulkan kuman yang mencemari lingkungan. Ataukah ada
alternatif lain? Mengecilkan ukuran kuburan misalnya?
KH.Kosasih, salah seorang ustadz
yang mengajar di beberapa pengajian dengan tegas menolak kuburan di luar
syariat Islam. "Tidak ada cara alternatif. Paling-paling diceburkan ke
laut" tegasnya. Masalahnya siapa yang ingin bersusah-susah mengusung
jenazah ke tengah laut ?. Jadi lahan kuburan masih tetap dibutuhkan, meski kian
hari semakin menyempit. Untung saja masih boleh sistem tumpang susun. Kalau
tidak?, Masak iya jenazah dikubur berdiri? (***)
Karena Lahaan ude buat MOLL Dan Aparteman bang
BalasHapus