Di tengah gonjang-ganjingnya persepakbolaan tanah air, mengenang sebuah tempat di kawasan Menteng, seperti menggali rasa bangga, prihatin, pilu, bercampur menjadi satu. Di situ pernah ada stadion kebanggaan milik Persija Jakarta yang kini berubah rupa menjadi taman kota.
Wajah baru bekas stadion Menteng |
Namun bukan berarti pemain pribumi tidak mampu bersaing dalam prestasi.
Nama-nama seperti Abidin, Sumo, Mat Dongker dan Tan Hwa Kiat ternyata dapat
disejajarkan dengan nama besar pemain Hindia Belanda yakni Van de Poel,
Denkelaar, dan kiper tangguhnya, Backhuys.
Klub-klub lokal pun bermunculan dengan didukung sarana lapangan yang betebaran
di mana-mana. Voetbalbond Indonesia Jakarta atau VIJ yang pada tahun 1950
bernama Persija memiliki lapangan VIJ Petojo. Klub UMS di Petak Sinkiang
Tamansari,.
Dari yang wangi sampai yang judi |
Nama-nama klub itu tidak akan pernah asing di telinga, lantaran secara
teratur mereka berlaga di stadion Menteng dalam kompetisi yang terjadwal rapi.
Nama-nama besar seperti Yudo Hadiyanto, Iswadi Idris, Oyong Liza, Salmon
Nasution, Sutjipto Suntoro, yang pernah membela panji persepakbolaan nasional, selalu
dinanti aksi lapangannya di situ. Letak stadion yang berada di jantung kota dan mudah diakses
dari berbagai arah, menjadikan lapangan ini selalu dipenuhi penonton.
Masa jaya penuh kenangan |
Sudah bukan rahasia lagi, pada waktu itu banyak pemain handal tidak
tahan godaan dan terkontaminasi permainan para bandar taruhan. Sepakbola memang
bukan tujuan mencari penghasilan, tapi jika uang datang apa salahnya diterima.
Sangat jauh berbeda dengan pesepakbola masa kini yang dapat hidup, membeli
rumah, kendaraan dan menabung dari hasil keringat mengolah bola di lapangan.
“Bisa dipanggil bermain membela Persija saja, bangganya bukan main” kata Endang
Zakaria, mantan penjaga gawang klub Maesa di
akhir tahun 60-an.
akhir tahun 60-an.
Memasuki tahun 70-an, persepakbolaan Jakarta kian marak. Stadion Menteng tidak
saja semakin meriah, tapi juga semakin harum. Pasalnya, banyak pihak yang
memiliki banyak uang mulai menaruh perhatian. Menyusul keberhasilan pengusaha
Pardede, yang mendirikan klub sepakbola professional Pardedetex di Medan, di Jakarta, salah
satu klub yang mencuat waktu itu adalah Jayakarta. “Kalau Jayakarta yang maen, stadion Menteng jadi wangi” begitu
komentar pencandu bola mengenang. Gadis-gadis cantik dengan parfum yang tidak
murah memenuhi kursi-kursi di tribun kelas satu.
Sederet nama di barisan pemain Jayakarta seperti Andi Lala, dan Anjas
Asmara memang sangat mampu menarik perhatian. Tidak cuma kemahirannya mengolah
bola, tapi mereka juga modis, trendy dan
keren. Bahkan di kemudian hari, Anjas Asmara dipercaya produser untuk
membintangi film layar lebar, dan ia telah membuktikan pemain sepakbola
ternyata dapat menjadi seorang selebritis.
Betawi Selalu Punye Gaye...Salam Anak Jakarte,Boim n Panjul
BalasHapusinget waktu kecil,,,,lihat bintang persija pd main,,,terutama komarudin betay,,,sibelut listrik
BalasHapus